Memformat
Kurikulum Tentang Belajar “Cara belajar “
Di
sekolah Indonesia ada kurang lebih 11 mata pelajaran. Belum termasuk muatan
lokal dan kebijakan sekolah untuk menambah materi pelajaran yang khas dari
sekolah mereka. Siswa datang ke sekolah
dengan membawa setumpuk buku. Di sekolah mendengarkan guru, mengerjakan ujian
dan sampai di rumah mengerjakan PR atau mengikuti pelajaran tambahan di lembaga
bimbingan belajar.
Dengan
demikian waktu habis untuk mengerjakan lembaran – lembaran worksheet. Padahal
penilaian tidak semata bergantung kepada lembaran worksheet. Masih banyak yang
lain. Seperti portofolio dan narasi yang berisi seluruh aktivitas siswa di sekolah, misalnya : membuat produk,
wawancara dengan masysrakat, sosialisasi program yang bermanfaat bagi
masyarakat dsb.
Menformat
kurikulum cara belajar ini bertujuan mencetak manusia unggul yang suka belajar.
Jadi ketika mereka lulus sekolah mereka punya semangat belajar tinggi. Rata –
rata di sekolah seorang guru sering meminta muridnya untuk membaca namun lupa
mengajarkan ilmu membaca. Berasa ada yang hilang dari proses pendidikan dengan
kurikulum instan untuk mencetak manusia pintar namun aspek prosesnya sering
terlewati secara tidak sadar.
Kurikulum
Indonesia begitu kompleks namun tidak mempunyai buku panduan yang bisa menjadi standar
acuan. Minimal sesuai dengan bakat SDM (sumber daya manusia) Indonesia.Banyak
guru di Indonesia yang berkualitas namun sedikit yang sambil meneliti kemudian
menjadikan data sebagai acuan standar pendidikan. Akibatnya pemerintah pun
mudah tertarik dengan kebijakan baru dari luar negeri dengan sedikit bekal dari
lapangan.
Menciptakan
kriteria kelulusan sesuai dengan jurusan Misalnya mahasiswa di sekolah bisnis baru dinyatakan lulus apabila sudah mempunyai
usaha dan mempuyai karyawan sekian kemudian baru diperbolehkan menyusun
skripsi. Memang ini akan memakan waktu tapi kontribusi di lapangan jelas.
Mengurangi pengangguran dan membangun ekonomi bangsa.
Menciptakan
paradigma semua orang adalah pendidik. Sebuah solusi mudah untuk menggerakkan
semua segmen masyarakat . Orang tua adalah guru bagi anak – anak. Pedangang, sopir,
pengusaha, dokter, petani, arsitek, dan profesi yang lain adalah guru
kehidupan. Mereka bisa menjadi guru/pendidik. Menjadi pendidik berarti ada
kesadaran untuk menjadikan generasi bangsa lebih baik. Menciptakan budaya
mengajarkan kebaikan kepada semua.
Untuk
menciptakan generasi secara instan itu tidak dengan membebani siswa dengan
kurikulum yang padat. Seharusnya pemerintah menyediakan akses informasi yang
luas untuk informasi pendidikan. Misalnya
masyarakat dengan mudah mengakses model pendidikan dari negara yang
mempunyai sistem pendidikan terbaik, kemudian masyarakat diberi kemudahan untuk
mengakses buku Referensi tentang
pendidikan.
Solusi
lain yang cukup membantu mencerdaskan bangsa adalah menjadikan pendidik sebagai
peneliti sekaligus penulis. Jika kondisi social, ekonomi dan budaya setiap
daerah di Indonesia berbeda namun setiap pendidik mampu meneliti kemudian
mendokumentasikan setiap kejadian dengan baik akan terlihat hasilnya. Evaluasi
berjalan dengan baik, karena secara administrasi setiap arsip terawat dengan
baik minimal tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Untuk
masalah kebijakan evaluasi dengan selembar kertas ujian mungkin bisa dirubah
dengan membuat produk yang bermanfaat bagi masyarakat. Kembali kepada tujuan
awal semakin baik pendidikan suatu bangsa berarti semakin baik peradaban suatu
bangsa. Sama halnya dengan pendidikan berkualitas mampu mengatasi masalah
kemiskinan dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar