Bulan
Mei identik dengan aksi sosial. Terbukti banyak peringatan dibulan ini, seperti
hari buruh jatuh pada tanggal 1 Mei. Hari pendidikan jatuh pada tanggal 2 Mei,
hari buku 17 Mei, hari kebangkitan nasional 20 Mei dan lain sebagainya.
Sehingga tak heran dibulan ini banyak aksi dari aktivis yang terkain maupun
dari mahasiswa.
Pendidikan
disebut sebagai jalan utama untuk perbaikan peradaban suatu negara. Sebagai
medan yang paling strategis pendidikan memegang kendali dibidang, ekonomi,
budaya, kesejahteraan, kesehatan dan dibidang yang lain.Permasalahan yang
berkembang di masyarakat selama ini adalah bagaimana mendapatkan pendidikan
yang berkualitas dengan biaya merakyat. Bisa juga tergantung dengan kondisi
pendapatan yang diterima, tidak sebanding dengan kebutuhan.
Pemerintah
mengeluarkan kebijakan pendidikan berkualitas namun masalah – masalah yang
muncul belum diselesaikan secara tuntas. Permasalahan financial, permasalahan
geografis, ekonomi dan kebijakan pendidikan yang dinilai belum efektif. Belum
selesai satu masalah muncul masalah yang lain.Misalnya soal pengangguran yang
semakin hari semakin menjadi.
Sasaran
20 % Dana APBN Belum Efektif
Kontroversi
yang berkembang selama ini tidak membuat beberapa pihak terdiam melihat polemik
pendidikan yang berkembang di masyarakat dengan cepat. Pemerintah berusaha mengucurkan
dana untuk pendidikan. Itupun setelah didemonstrasi mahasiwa dan aktivis
pendidikan. Akhirnya pemerintah menepati
janjinya sesuai dengan undang – undang dan APBN. Anggaran pendidikan sebesar 20
% sudah dikeluarkan meskipun masih
banyak beberapa kendala dalam pelaksanaannya.
Selain
itu kebijakan dana BOS masih membawa banyak problematika disana – sini. Padahal
awalnya dianggap sebagai solusi yang cukup
untuk membantu perbaikan pendidikan di Nusantara. Ternyata anggaran pendidikan, baik dana BOS ataupun anggaran dana 20 % dari
APBN masih belum dianggap ideal oleh masyarakat. Hasilnya bisa dilihat belum
sepenuhnya menjadikan rakyat tersenyum lega. Hal ini menjadi sebab pihak swatsa mengambil peran untuk membantu
perbaikan kualitas pendidikan Indonesia.
Saat
ini pihak swasta mulai mengembang sayap dengan membangun sarana pendidikan. Ada
yang membentuk komunitas seperti PDI (Persatuan Dokter Indonesia), dan sekolah
Qoryah Thayyibah di daerah Salatiga, Jawa Tengah. Ada yang dikelola perusahaan sendiri, ada
pula perusahaan yang bekerja sama dengan CSR untuk berkontribusi di bidang
pendidikan, dan lain sebagianya.
Tak
dipungkiri dana yang dibutuhkan juga sangat besar. Inilah yang kemudian
memunculkan ungkapan kualitas pendidikan berbanding lurus dengan besarnya
anggaran sebuah pendidikan. Karena faktor biaya mereka tidak bergantung kepada
pemerintah sehingga dalam pelaksanaannya mereka survive dengan menawarkan
kualitas.
Pemerintah sudah berupaya mengucurkan dana sebesar 20 % anggaran
pendidikan dari APBN. Entah dalam bentuk format dana BOS atau yang lain. Nampak
terlihat dimasyarakat pendidikan masih belum bisa dijangkau dengan mudah.
Padahal masyarakat sadar bahwa perbaikan hidup bisa dimulai dari pendidikan.
Ada faktor lain yang kemudian masyarakat menemukan kejanggalan
terkait anggaran pendidikan 20 %, tapi
mereka tidak tahu harus mengadu ke siapa. Hanya sebatas mendengar ada anggaran
pendidikan sudah cair sebanyak 20 %. Begitu
juga pemerintah pun sudah berupaya maksimal untuk mengatasi masalah ekonomi
untuk kesejahteraan rakyat termasuk di bidang pendidikan. Lalu kepada siapa
kejanggalan ini akan dipertanyakan, kepada siapa pula tanggung jawab gedung
sekolah yang masih rusak.
Belum lagi tentang sarana pendukung pendidikan seperti perpustakaan
sekolah di daerah pedalaman. Belum terasa geliatnya lalu siapa yang bertanggung
jawab?. Dalam perjalanannya distribusi dan APBN untuk pendidikan sebesar 20 % butuh pengawasan supaya tepat sasaran. Selain
itu pemerintah harus selektif dalam mendata sekolah di daerah bahkan sampai pedalaman.
Mengingat masih banyak persoalan pendidikan selain pendistribusian 20 % APBN
untuk pendidikan
Putus
Sekolah Karena Faktor Ekonomi
Fakta
tentang Penduduk Indonesia yang berada dibawah garis kemiskinan.Bukan rahasia
lagi. Berdasarkan kriteria pemerintah, penduduk yang dikategorikan miskin jika berpenghasilan
Rp6.000 per hari atau sekitar Rp 180.000 per bulan. Kesimpulannya penduduk miskin di Indonesia saat ini ada
sekitar 43 juta atau 13 persen. Nasib
keluarga yang berpenghasilan Rp 180.000 terancam anaknya tidak mengenyam
pendidikan.
Sedangkan berdasarkan data Bank Dunia kriteria penduduk miskin
adalah jika berpenghasilan 3 dolar AS per hari atau Rp25.000 per hari atau
Rp750.000 per bulan. Berdasarkan data Bank Dunia, jumlah penduduk miskin di
Indonesia lebih dari 100 juta jiwa. Bisa dikatakan kriteria pemerintah 4 kali
lebih rendah dibanding standar Bank Dunia.
Jika dikalkulasi lebih jauh SPP setiap bulan minimal Rp.
100.000 per bulan dengan pendapatan Rp.
750.000 perbulan atau Rp 180.000 tidak cukup untuk alokasi biaya pendidikan. Belum
lagi kebutuhan primer ( tempat tinggal, makan dan
minum) setiap hari yang harus dipenuhi oleh setiap keluarga. Ini bertolak
belakang dengan UUD 1945 dimana negara menjamin setiap warganya untuk
mendapatkan pendidikan yang layak.
“Delapan puluh persen menyatakan
karena kesulitan ekonomi baik yang tidak punya dana untuk beli pakaian seragam,
buku, transport atau kesulitan ekonomi yang mengharuskan mereka harus bekerja
sehingga tidak mungkin bersekolah,” Keterangan dari Wamendiknas di Gedung Kementerian Pendidikan
Nasional. (25/12/2010)
Faktor
Ekonomi dan Geografis
Secara
geografis bisa menjadi sebab terhambatnya akses pendidikan yang memadai. Ini
berlaku untuk daerah tertentu. Namun
kondisi geografis akan lebih mudah diatasi jika kesadaran pendidikan muncul
dari masyarakat. Misalnya melibatkan swadaya masyarakat ataupun dukungan penuh
pemerintah/ swasta setempat.
Di
tingkat golongan ekonomi menengah atas
mereka sudah mulai mencari pendidikan yang berkualitas. Berdasarkan fakta
dilapangan para orang tua lebih banyak mencarikan sekolah yang anaknya merasa
nyaman, meskipun sebagian ada juga anak yang sekolah pilihan orang tuanya. Tawaran model pendidikan dari sekolah yang
sudah bervariasi misalnya sekolah alam, home schooling, sekolah
internasional, sekolah berstandar nasional, SDIT, dan pilihan lain yang
bervariatif. Di sebuah sekolah di wilayah Jakarta rata- rata banyak yang
memindahkan sekolah anaknya karena ada sekolah yang mampu menawarkan konsep
pembelajaran yang menarik.
Sedangkan
di golongan ekonomi kebawah mereka cenderung pasrah dengan model pendidikan
yang diberikan pemerintah. Tidak memikirkan model kurikulum yang ditawarkan
sekolah. Yang utama anak – anak mereka bisa mendapatkan pendidikan.
Banyak
model sekolah beda visi dan beda misi. Fakta tahun 90-an banyak pengangguran
dari lulusan sekolah menengah. Namun memasuki tahun 2000 angka pengangguran didominasi oleh lulusan
sarjana. Apakah yang salah?
Tak
layak bertanya siapakah yang bersalah. Sejatinya pilihan pendidikan sebagai
model paling strategis untuk perbaikan bangsa. Jika dievaluasi lebih dalam saat
di bangku sekolah apakah ilmu yang diserap 100%?. Tentu tidak. Seberapa
aplikatifkah ilmu yang didapat di bangku
sekolah untuk dunia kerja?. Mungkin hanya beberapa saja.
Rata
– rata fresh graduate bingung memasuki dunia kerja yang baru. Ini potret
lapangan, faktanya banyak teori berhamburan di bangku pendidikan formal. Teori
yang sudah dipelajari namun tanpa distimulus dengan pengembangan kreatifitas
yang lebih riil maka sarjana fresh gradute merasa kaku untuk memasuki
dunia kerja. Bagiamanapun dunia kerja membutuhkan skill dan soft skill dalam bekerja.
Sebutlah
Finlandia dengan negara yang mempunyai model pendidikan paling baik di dunia.
Di negara ini pendidikan menjadi pusat dari pengembangan industry, ekonomi,
kebudayaan dan kebijakan pemerintah. Maka akan sangat wajar jika negara ini
mengambil pendidik dari lulusan 5
perguruan tinggi terbaik di negara tersebut.
Jika
ada pemetaan lebih terencana, bisa diminimalisir masalah pengangguran di negara
ini. Apalagi jika semua sumber daya
manusia tersalurkan sesuai porsinya. Itu artinya masyarakat membutuhkan kurikulum
yang mampu menjawab kebutuhan masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar