02 Maret 2011 jam 21:46
Adzan
subuh sudah menggema. Sayup sayup terdengar pelan suara adzan muadzin.
Kentungan bamboo bersautan dari surau yang lain diantara adzan tak
terdengar lagi. Beberapa ayam sudah selesai rapi menunaikan tugasnya.
Berkokok untuk membangunkan setiap penduduk kampung. Mataku sedikit
lebih segar dibandingkan kemarin. Badanku terasa sangat pegal, karena
keletihan. Ku lihat istriku sudah sibuk mengaduk kuali yang berisi
beras. Anakku masih tertidur lelap. Ku tatap wajahnya yang masih lucu
dan menggemaskan, kucium keningnya sembari kuharap masa depan yang
gemilang untuk anakku tersayang “jadi anak yang sholehah ya nak…” yach
apalagi yang bisa kukatakan menurutku aku tak punya banyak harta untuk
membuat dia cukup secara materi akupun tak tahu di akan seperti apa
nanti ketika dewasa. Ah!!! Aku berdiri , kulangkahkan kakiku menuju
surau untuk bersimpuh kepada Allah dan tidak ada yang bisa menjadi
titik harapanku selain kepada Tuhanku
Pagi ini tak terlihat mendung meski masih gelap. Bintang kecil dilangit satu persatu berpamitan seperti terjadwal bergilir dengan matahari. Setelah sholat subuh di surau. Harapan yang tersemat adalah anak dan istriku bisa makan dengan kenyang. Pelan ku buka pintu depan. Aku berjalan menuju dapur. Alhamdulillah ada segelas teh hangat buatan istriku yang bisa ku minum. Sangat lebih dari cukup untuk menghangatkan badanku yang dingin pagi ini. Aku lihat istriku masih sibuk dengan pekerjaannya. Sambil kusiapkan beberapa alat aku pamit.
” Aku pergi dulu ya…” kataku sembari melangkah ke pintu belakang.
“ iya, nanti sarapannya kubawakan ke ladang…” jawab istriku sambil tersenyum.
Jalan masih sepi. Jalan setapak yang menanjak adalah rute yang biasa ku lewati.
“Menurutku ini halal. Bukankah Allah menjamin keberkahan dari setiap kepala keluarga yang memberi nafkah keluarga dengan cara halal?”. Menc oba menyemangati diri sendiri. Udara masih sangat dingin. Aku masih berjalan menyusuri jalan menuju ladangku.
Aku melakukan apasaja, mengolah apa saja yang bisa menghasilkan. Impianku hanya satu membahagiakan keluargaku, setidaknya itu sudah cukup. Aku sudah terasa sedikit lelah tidak terasa aku sudah berjalan 2 Km dengan jalan menanjak. Aku lihat masih banyak rumput pengganggu. Dan kulihat pohon buah di kebunku. Aku menyusuri pelan, supaya tidak terkena duri yang tajam atau hewan berbahaya. Aku lihat semuanya satu persatu tak ada buah yang masak. Tanpa berfikir panjang aku langsung mengambil cangkul disebelah pohon mangga
“Ya..sebaiknya aku melanjutkan pekerjaanku mencangkul, sebelum benih kopi meninggi karena tidak segera dipindahkan dari bedeng “
Pagi ini tak terlihat mendung meski masih gelap. Bintang kecil dilangit satu persatu berpamitan seperti terjadwal bergilir dengan matahari. Setelah sholat subuh di surau. Harapan yang tersemat adalah anak dan istriku bisa makan dengan kenyang. Pelan ku buka pintu depan. Aku berjalan menuju dapur. Alhamdulillah ada segelas teh hangat buatan istriku yang bisa ku minum. Sangat lebih dari cukup untuk menghangatkan badanku yang dingin pagi ini. Aku lihat istriku masih sibuk dengan pekerjaannya. Sambil kusiapkan beberapa alat aku pamit.
” Aku pergi dulu ya…” kataku sembari melangkah ke pintu belakang.
“ iya, nanti sarapannya kubawakan ke ladang…” jawab istriku sambil tersenyum.
Jalan masih sepi. Jalan setapak yang menanjak adalah rute yang biasa ku lewati.
“Menurutku ini halal. Bukankah Allah menjamin keberkahan dari setiap kepala keluarga yang memberi nafkah keluarga dengan cara halal?”. Menc oba menyemangati diri sendiri. Udara masih sangat dingin. Aku masih berjalan menyusuri jalan menuju ladangku.
Aku melakukan apasaja, mengolah apa saja yang bisa menghasilkan. Impianku hanya satu membahagiakan keluargaku, setidaknya itu sudah cukup. Aku sudah terasa sedikit lelah tidak terasa aku sudah berjalan 2 Km dengan jalan menanjak. Aku lihat masih banyak rumput pengganggu. Dan kulihat pohon buah di kebunku. Aku menyusuri pelan, supaya tidak terkena duri yang tajam atau hewan berbahaya. Aku lihat semuanya satu persatu tak ada buah yang masak. Tanpa berfikir panjang aku langsung mengambil cangkul disebelah pohon mangga
“Ya..sebaiknya aku melanjutkan pekerjaanku mencangkul, sebelum benih kopi meninggi karena tidak segera dipindahkan dari bedeng “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar